25 Maret 2009

oase

Dalam hadits riwayat At-tabrani diceritakan, ketika Rasulullah duduk bersama sahabat-sahabatnya, bercerita tentang nabi Khidir.
Suatu hari nabi Khidir berjalan di tengah pasar, demikian rasullulah memulai ceritanya. Saat itu nabi Hidir berpapasan dengan seorang budak Makatab (seorang budak yang merdeka berdasarkan perjanjian yang disepakati bersama).
“Bersedekahlah untukku, Tuan. Semoga Allah memberkatimu,” kata budak itu.
“Aku percaya pada takdir Allah. Tetapi hari ini aku benar-benar tak punya untuk kusedekahkan kepadamu,” jawab nabi Khidhir.
“Bi wajhillah (dengan mengharap wajah Allah), saya memohon kepadamu, bersedekahlah kepadaku. Ku lihat tuan adalah orang yang baik, saya ingin sekali mendapat berkah darimu,” rengek budak itu.

Karena merasa terus didesak, akhirnya nabi Khidhir mengambil keputusan.
“Aku beriman kepada Allah, tetapi aku tak memiliki apapun yang bisa kuberikan kepadamu, kecuali kau mau menjualku sebagai budak,” kata nabi Khidhir.
“Benarkah tuan bersedia menjadi budak hanya karena hendak bersedekah kepadaku?” Tanya budak itu ragu.
“Engkau telah meminta sesuatu dariku bi wajhillah. Demi Allah, aku tak ingin mengecewakanmu. Karena itu jualah diriku sebagai budak,” jawab Nabi Khidhir.
Budak itu ternyata nekat membawa nabi Khidhir kepada seorang hartawan untuk dijual sebagai budak. Ia laku 400 dirham, dan uang itu diterimanya. Sejak itu nabi Khidhri tinggal di rumah majikannya yang telah membeli dirinya sebagai budak.
“Tuan, anda telah membeli diriku. Tak usah sungkan memerintahku untuk melakukan suatu pekerjaan,” kata nabi Khidhir kepada majikannya.
“Fisikmu sudah tua dan lemah, aku khawatir pekerjaan itu nanti akan memberatkanmu,” jawab majikan itu.
“Atas kuasa Allah, tak ada suatau pekerjaan pun yang akan memberatkan diriku,” kata nabi Khidhir meyakinkan majikannya.
“Baiklah, jika itu maumu,” pindahkan batu-batu itu.”
Nabi Khidhir kemudian memindahkan batu-batu itu ketempat yang ditunjukan majikannya. Biasanya batu-batu itu dipindahkan oleh satu pekerja dalam waktu berminggu-minggu. Tapi nabi Khidhir mampu memindahkan dalam waktu hanya sebentar saja.
“ Alangkah baik pekerjaanmu,” puji majikannya setengah tidak percaya.
Karena sangat dipercaya, nabi Khidhir suatu hari diminta untuk menjaga rumah dan keluarganya.
“Aku tak menolak jika kau perintahkan mengerjakan apapun, tetapi jangan kau perintahkan aku melakukan itu,” tolak nabi Khidhir.
“kenapa? Jika kau kuperintahkan perkerjaan lain, aku khawatir akan menyengsarakanmu.”
“Atas kuasa Allah, tak ada suatu pekerjaan yang kan memberatkanku,” sekali lagi nabi Khidhir meyakinkan majikannya.
“ aku ingin membuat batu bata, nanti setelah aku kembali dari berpergian akan ku buat membangun rumah. Apakah kau sanggup mengerjakannya?”
Nabi Khidhir menyanggupi pekerjaan itu. Kemudian ia mulai membuat batu bata saat majikannya berangkat berpergian.
Ketika majikannya kembali dari bepergian, lagi-lagi dbuatnya keheranan. Batu bata itu telah selesai dikerjakan oleh nabi khidhir bahkan sudah rampung membangun rumah yang direncanakannya.
Melihat kejadian yang tak masuk akal secara beruntun, majikan nabi khidhir mulai curiga.
“ bi wajhillah, aku bertanya kepadamu. Apa yang terjadi, dan bagaimana kau bisa melakukan ini semua?” kata majikan itu.
Akhirnya nabi khidhir menceritakan peristiwa sejak diminta sedekah oleh seorang budak makatab karena bi wajhillah, sampai dia menjual dirinya sebagai budak.
“ Barang siapa yang diminta dengan bi wajhillah, tetapi dia menolak, padahal dia mampu melakukan, di hari kiamat nanti akan menghadap Allah tanpa daging dan dengan nafas tersengal-sengal,” kata nabi Khidhir.
“ Maafkan saya Nabiyullah. Jika mengetahui diri anda adalah nabi, tentu tak akan terjadi semua ini,” kata majikan itu menyesali apa yang terjadi.
Sekarang ku merdekakan anda tanpa tebusan, dan silahkan anda tinggal disini mengatur keluargaku, wahai nabiyullah,” sambungnya.
“ Aku memang lebih suka merdeka. Karena dengan merdeka, aku bisa lebih bebas beribadah kepada Allah,” jawab nabi Khidhir
Kemudian nabi Khidhir berdo’a;
“ Alhamdulillahi alladzi austaqana fi ubudiyyati tsuma najjani minha. (segala puji milik Allah, yang mengikat ku dalam perbudakan seat, dan yang tlah menyelamatkan diriku dari perbudakan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar